Mutiara-mutiara Ilmu

Oleh : Ahmad Falhan

Mengikuti pengajian di masjid dan majlis ta’lim adalah kebiasan baik yang selalu diikuti oleh masyarakat. Hampir setiap hari, di lingkungan masyarakat selalu ada pengajian. Buku yang dibaca dan dipelajari pun bermacam-macam. Sesuai kesepakatan antara guru yang mengajar dan para masyarakat yang belajar. 

Mengaji, istilah ini yang selalu mereka sebutkan. Yang berkonotasi mempelajari kitab-kitab klasik yang dikarang oleh ulama-ulama di masa lalu, dan ada pula beberapa kitab yang dikarang oleh ulama masa kini. Penulis sendiri sering mengikuti halaqah-halaqah tersebut. Beberapa kitab yang selalu kami baca dan pelajari, diantaranya, bulughul maram karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani (773 H/1372 M – 852 H/1449 M), Kitab al-Kabair Karya Imam Syamsuddin al-Dzahabi (673H-748 H), Tanbihul Mughtarrin, kitab tasawuf  yang dikarang oleh Abd al-Wahhab al-Sha’rani (1492 M-1565 M), ulama yang hidup di masa Turki Usmani, Manhaj al-Salaf yang dikarang oleh Sayyid Muhammad bin al- Sayyid ‘Alawi al-Maliki al-Hasani (1944 M-2004 M). Sedangkan dalam masalah fiqih, kitab Fathul Qorib, disusun oleh Ibnu Qasim al-Ghazi (859 H-918 H)  yang merupakan syarah atau penjelasan dari kitab al-Ghayah wa al-Taqrib, ditulis oleh al-Qadhi Abu Syuja’(533 H-593 H).  

Tradisi mengaji atau talaqqi ini harus terus dilestarikan, untuk menyambung kembali mata rantai sanad para ulama kita dahulu. Agar kelak, kita pun dapat mengajarkannya kepada anak cucu kita. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ 

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah)

Maksud dari ilmu di atas adalah ilmu agama, yaitu memahami betul esensi dari rukun iman dan rukun Islam.  Seperti memahami hukum shalat, puasa, zakat dan haji. Ini merupakan kewajiban seorang muslim. Dengan memahami hukum-hukum tersebut, seorang muslim  akan  dapat beribadah secara sempurna, mengikuti tuntunan dan ajaran Baginda Rasulullah SAW.

Namun sejatinya, setiap orang yang mengaji harus memiliki kesungguhan, yang diwujudkan dengan selalu membawa buku yang dipelajari,  begitu pula alat atau bahan untuk mencatat pelajaran yang disampaikan oleh kiyai atau guru yang mengajar. Dalam sebuah hadits disebutkan :

الحكمة ضالة المؤمن

Ilmu atau Hikmah itu adalah perhiasan seorang mukmin yang hilang.

Maka, tentunya ilmu itu harus dicari, kemudian diikat dengan tulisan agar tidak lepas. Karena kemampuan otak kita terbatas. Walaupun ada manusia yang Allah SWT anugerahkan kepadanya ingatan yang sangat kuat, seperti halnya para ahli hadits yang dapat menghafal ratusan ribu hadits, berikut para perawi-perawinya. 

Terkadang banyak mutiara-mutiara ilmu yang tidak kita temukan di bangku sekolah-sekolah resmi atau perkuliahan. Tapi kita malah menemukannya di dalam lingkaran-lingkaran pengajian, yang disampaikan oleh para guru-guru yang ikhlas mengajar. Sentuhan-sentuhan ilmunya menembus ke dalam kalbu. Murid-muridnya di tutur membaca kitab secara perlahan dan seksama.

Bahkan satu halaman, dapat dijabarkan dengan penjelasan yang panjang, dalam beberapa kali pertemuan. Ditambah lagi tempat belajarnya adalah tempat yang paling mulia di atas muka bumi ini, yaitu rumah-rumah Allah SWT.  Yang selalu dikumandangkan adzan, memanggil orang-orang yang beriman untuk menunaikan shalat lima waktu. Mengaji merupakan tradisi para ulama-ulama kita dahulu yang harus kita jaga. Jangan sampai tergerus oleh zaman dan teknologi yang sudah sangat borderless(baca: dunia tanpa batas). Dimana banyak orang menganggap semua ilmu ada di dalam gawai atau gadget. Jadi, belajar cukup menyimak atau menonton dari benda tersebut. 

Sementara, pada dasarnya ilmu itu harus didapat dari guru atau mualim, sehingga melekat dan masuk ke dalam ingatan, untuk kemudian dipraktekkan dan diejawantahkan dalam kehidupan kita. Ada beberapa wejangan menarik yang sering kita dengar dari para guru-guru kita, untuk kita renungkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

(قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ (رواه بيهقى 

Jadilah engkau orang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu, dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka” (HR. Baihaqi).

Bagi para pencari ilmu tetaplah istiqomah di jalanmu, walaupun engkau hanya menyerap ilmu di surau atau langgar , karena ilmu tidak selamanya berada di di dalam lautan yang luas. Bahkan di sungai-sungai pun dapat kita temukan. Seperti disebutkan di dalam pepatah, 

يوجد في النهر ما لا يوجد في البحر قد

Terkadang yang ditemukan di sungai tidak ditemukan di lautan.